Himpunan Mahasiswa Jurusan Syari'ah Jinayah wa Siyasah
Image by Cool Text: Free Graphics Generator - Edit Image e-Mail: himajinasiarraniry@yahoo.co.id

Kamis, 27 Desember 2012

Ini Jawabanku Terkait Penolakanku Untuk Naik Sebagai Calon Gubernur Bahkan Presiden Mahasiswa


Oleh: elkhairy

Sebagian orang mungkin menyukaiku. Tapi itu hanya bagian kecil saja. Selebihnya adalah manusia-manusia yang membenciku, tidak mengenalku dan bersikap biasa saja padaku. Hal ini bukan menjadi tolak ukur yang mendorong atau mengecutkan semangatku untuk ikut dalam pesta demokrasi kampus. Karena, sebagian teman bahkan mengikhlashkan tenaganya untuk mendukungku. Tapi aku tidak mengindahkan niat baiknya.

Popularitas juga tidak penting menurutku. Kesannya munfik sih. Tapi pada level kesadaran yang lebih tinggi, semestinya kualitaslah yang menjadi patokan pemilih untuk memilih. Lantas apa aku berkualitas? Tidak juga. Popularitas dan kualitasku masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan sosok yang ada dalam imajinasiku. Aku berharap bisa sepertinya. Tapi masalahnya aku sendiri belum bisa menggambarkannya secara jelas. Makanya, untuk sementara, aku hanya bisa pasrah dengan kemampuan yang serba kekurangan ini.

Sebagian mahasiswa bisa saja menganggapku lebih dengan alasan sebagai berikut:
1. Aku pernah membawa nama IAIN di tingkat Nasional yang sebelumnya menang pada regional enam Debat Konstitusi. Menurut mereka ini prestasi yang luar biasa. Unsyiah saja kalah.

2. Di usia yang relatif muda, aku sudah menjabat sebagai Sekum HMJ-SJS di mana teman-temanku ketika itu hanya bisa menjabat di ketua divisi bahkan hanya sekedar anggota. Sebenarnya aku juga bisa menjadi Ketum ketika itu. Tapi, ya, it's my experience. Seru dan cukup memberi pelajaran.

3. Mereka juga berkata, hanya aku Mahasiswa yang berani mengkritik. Dosen saja ku kritik, apalagi cuma mahasiswa. Pendapatku juga cukup kontroversial menurut mereka.

4. IPK ku tergolong tinggi. 3,83. Dan mahasiswa juga butuh pemimpin yang cerdas. Tapi apa IPK menjadi tolak ukur? Tidak dan iya jawabanku. Karena, IPK tolak ukur kongkrit yang bisa dijadikan ukuran. Selainnya tidak ada. Namun tidak juga, karena banyak yang IPK-nya tinggi tapi kecerdasannya hanya teksbook semata.

5. Pengalaman organisasiku kata mereka cukup gemilang. Aku pernah bekerja di LSM (Meski sekedar Valunteer). Aku sering terlibat dalam diskusi, pelatihan, bahkan seminar yang semestinya hanya diikuti oleh dosen tapi aku juga terlibat. Aku pernah mengikuti LK1 HMI, namun keluar dari organisasi ini. Aku juga pernah mengikuti DAD hingga DAM Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Yang di buat Institut juga ada.

Bisa jadi, kurang lebih, inilah alasan teman, adik dan abangku dalam mendorongku untuk naik. Tapi sayang, tidak ku indahkan. Maaf, jangan salahkan aku. 

Intinya, faktor ekstern sebenarnya sama sekali tidak mempengaruhiku dalam hal ini. Memilih dan dipilih adalah Hak Asasiku (kita pada umumnya). Lalu, mengapa aku tidak menuntut hak itu? Singkatku, ini murni karena faktor intern. Aku tidak naik untuk sementara waktu itu karena kemauan dari dalam diriku. Aku tidak bisa kemudian melepas jabatan hanya karena persoalan pribadiku (mungkin berkisar bulan 8 aku wisuda). Itu tidak fair menurutku.

Banyak hal yang menjadi pertimbangan, namun bukan sesuatu yang menhalangi bagiku. Ya, dalam prinsipku, hanya aku yang bisa menentukan jalanku (terlepas dari takdir yang tidak ku ketahui). Seperti masa jabatan yang tak mungkin lagi ku emban, teman yang juga kiranya tak mungkin lagi bermain di  kampus, dsb. Sekali lagi, itu bukan faktor penghalang, namun masuk dalam pertimbangan.

So, mohon maaf bagi yang mendukungku. Dan, selamat bagi yang membenciku. Untuk saat ini, aku berkiprah sesuai kapasitasku sebagai mahasiswa. Mungkin untuk naik, tapi tidak mungkin ku lakukan. Mohon dimaklumi.

0 komentar:

Posting Komentar

Please, Give Us Ur Coment's and We Will Be Good Insyaa Allah

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls